Makalah tentang Pendidikan Sepanjang Hayat dan Situasi Pendidikan
KATA PENGANTAR
Assalamualikum
Wr. Wb
Segala
puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunianya kami
dapat menyusun makalah ini dengan baik. Dalam makalah ini kami membahas tentang
“Pendidikan Sepanjang Hayat dan Situasi pendidikan.”
Terimakasih
kami ucapkan kepada dosen kami Bapak Dr. Suryadi dan Ibu Dr. Siti Zulaikha M.
Pd yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang turut berkontribusi
baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah
ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan mengetahui apa yang dimaksud
dengan pendidikan sepanjang hayat dan situasi pendidikan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi sekaligus menambah wawasan
bagi kita para pembaca. Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah
maupun kosa kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik
dan benar. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami
untuk kedepannya. Terima kasih.
Jakarta, 13 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alam
semesta yang berkembang, dan seluruh isinya pun masih terus berkembang dan
berubah-ubah. Di sisi itulah bagian vital dari manusia yang berada didalamnya
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan teknologi-teknologi berkembang lainnya ialah
pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan sebuah aspek penting didalam
sebuah proses dalam menjalani hidup dan untuk membentuk pendidikan yang
berkualitas, kita juga harus bisa menganalisis situasi pendidikan agar bisa
tercapainya proses pebelajaran yang efektif. Pendidikan adalah kegiatan untuk
mengembangkan potensi diri seiring dengan berkembangnya perubahan-perubahan
yang ada. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan bisa bertahan hidup dan tidak akan
bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Manusia akan mengalami kesulitan
didalam hidupnya jika mereka tidak memenuhi aspek-aspek yang penting didalam
sebuah proses yang di namakan pendidikan. Pendidikan sepanjang hayat sudah
disepakati oleh para pakar.
Jauh
sebelum saat ini, Islam adalah agama yang pertama kali merekomendasikan
keharusan dari proses belajar seumur hidup. Rasulullah Muhammad SAW memotivasi
umatnya dalam hadits: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan
muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat
yang lebih utama daripada belajar”.
1.2 Rumusan Masalah
·
Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Sepanjang
Hayat
·
Dan bagaimana Pendidikan Sepanjang Hayat.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa yang da bagaimana
Pendidikan Sepanjang Hayat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Sepanjang Hayat
2.1.1 Pengertian
Pendidikan Sepanjang Hayat
Dalam arti
luas pendidikan sepanjang hayat (Lifelong Education) adalah bahwa
pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut
sepanjang hidupnya. Pendidikan sepanjang hayat menjadi lebih
tinggi urgensinya pada saat ini karena manusia perlu terus menerus menyesuaikan
diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakatnya yang
selalu berubah. Di sisilain dari pendidikan sepanjang hayat adalah peluang yang
luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih baik.
Adapun
hal-hal yang menyebabkan dan memungkinkan hal-hal yang demikian itu adalah :
a. Majunya
ilmu dan teknologi
b. Produk-produk
teknologi yang perlu dipelajari karena terkait dengan alat-alat kerja
c. Bagi
mereka yang menggunakan alat kerja berbasis teknologi
d. Perubahan
sosial sebagai dampak majunya ilmu dan teknologi[1]
Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap
kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional
mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang
sangat cepat dalam abad terakhir ini dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia yang semakin meningkat.
Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan sejak kanak-kanak
sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan
dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan
suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal
inovasi secara terus-menerus. Melalui proses belajar sepanjang hayat inilah
manusia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara terus-menerus, mampu
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan masyarakat yang
diakibatkannya dan budaya untuk menghadapi tantangan masa depan, serta mau dan
mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
Pengertian pendidikan sepanjang hayat menurut beberapa pakar
pendidikan antara lain:
1. Delker (1974) mengemukakan bahwa
pendidikan sepanjang hayat adalah perbuatan manusia secara wajar dan alamiah
yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran guru, pamong, atau pendidik.
Proses belajar tersebut mungkin tidak didasari oleh seseorang atau kelompok
bahwa ia atau mereka telah atau sedang terlibat di dalamnya. Kegiatan belajar
sepanjang hayat terwujud apabila terdapat dorongan pada diri seseorang atau
kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kepuasan, serta apabila ada
kesadaran dan semangat untuk belajar selama hayat masih di kandung badan.
2. Gestrelius (1977) mengemukakan bahwa
pendidikan sepanjang hayat mencakup interaksi belajar (pembelajaran), penentuan
bahan belajar dan metode belajar, lembaga penyelenggara, fasilitas,
administrasi, dan kondisi lingkungan yang mendukung kegiatan belajar
berkelanjutan. Ke dalam pendidikaan ini termasuk pula peranan pendidik dan
peserta didik yang harus dan saling belajar, pengelolaan kegiatan belajar, dan
faktor-faktor lainnya yang mendukung terjadinya proses belajar.
2.1.2 Empat Pilar Pendidikan UNESCO
mengenai Pendidikan Sepanjang Hayat
Upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain
kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu
UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu:
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together.
a)
Learning to know
Pendidikan pada
hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang
dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Penguasaan yang dalam dan luas akan
bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Untuk
mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus
mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut
untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka
mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
b)
Learning to do
Pendidikan juga
merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses
belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi,
serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan,
perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam
team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah
masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan
keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do”
(belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat
dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya
bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa
keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.
c)
Learning to be
Penguasaan
pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri
(learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat,
perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi
lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa
yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi
fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa
secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses
pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan
norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang
berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar
untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan bersama. Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be”
(belajar untuk menjadi seseorang).
d)
Learning to
live together
Belajar memahami dan
menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya
proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama),
pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang
memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu
tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan
bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Dengan
mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di
seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun yang menjadi
masalah adalah dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini masih minim
fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas
pendidikan, tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan diri
mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada
peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap,
kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang
demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat
yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
2.1.3 Tahap
Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan
belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama
ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses
belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar.
Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut
proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri
seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke
arah yang lebih baik.
Menurut
Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang
belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a)
Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini
adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik
tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan
baik. Jika demikian halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut
dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan
mengapa materi itu perlu dipelajari.
b)
Perhatian
pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan
perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar
akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada
pembimbing.
c)
Menerima
dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran,
seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam
pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang
sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan
pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan
interverensi.
d)
Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang
tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga
harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta
didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya
dengan cara yang mengesankan.
e)
Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta
didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam
ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal
yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
f)
Menerapkan
Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus
sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan
bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat
memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang
diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik
berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana
yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui
seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
2.2 Situasi
Pendidikan
2.2.1 Pengertian
situasi pendidikan
Situasi
pendidikan merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya sejumlah kandungan
pokok yang terdapat pada kegiatan pendidikan yaitu adanya peserta didik,
pendidik, dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintegrasi melalui proses
pembelajaran.
Kualitas
pendidikan yang terjadi di dalam situasi pendidikan itu ditentukan oleh
kualitas komponen-komponen itu masing-masing dan kualitas interaksi komponen
tersebut.
2.2.2. Komponen-Komponen
Pokok Situasi Pendidikan
a)
Peserta Didik
Peserta
didik adalah manusia yang sepenuhnya memiliki harkat dan martabat manusia
dengan segenap kandungannya. Peserta didik dengan harkat dan martabatnya ini
berhak hidup dan mengembangkan diri melalui pendidikan. Dengan kata lain,
pendidikanlah yang akan mengembangkan harkat dan martabat peserta didik
sehingga peserta didik menjadi apa yang disebut sebagai manusia seutuhnya.
b) Pendidik
Pendidik
adalah manusia yang memiliki kualifikasi akademik dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seorang pendidik adalahmereka yang mampu tidak saja
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi menggunakan
kompetensinya tersebut untuk mengubah tingkah laku peserta didik agar memiliki
akhlak dan sikap berkarakter yang baik.
c) Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan pada dasarnya adalah untuk menjadikan manusia yang baik,
bertanggungjawab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada
masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan lebih mengarah pada
pembentukan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Kognitif
berkenaan dengan kemampuan individual mengenal dunia sekitarnya yang meliputi
perkembangan intelektual atau mental. Afektif mengenai perkembangan sikap,
perasaan, dan nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral. Psikomotor
menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motoris.
d) Proses
Pendidikan
Proses pembelajaran
merupakan kegiatan yang dijalani oleh peserta didik dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan di satu sisi, dan di sisi lain merupakan kegiatan yang diupayakan oleh
pendidik agar kegiatan tersebut berlangsung untuk sebesar-besarnya bermanfaat
bagi pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik. Proses pembelajaran ini
berlangsung dalam interaksi antar-komponen peserta didik dan pendidik dalam
muatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi ini pendidik menyikapi dan
memperlakukan peserta didik sesuai dengan harkat dan martabat manusia yang
melekat pada diri peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang
tidak lain adalah upaya perwujudan harkat dan martabat manusia pada
prikehidupan peserta didik.
Keempat
komponen pokok situasi pendidikan ini hendaknya dijalankan dengan seimbang demi
kelancaran situasi pendidikan yang terkendali. Interaksi antara peserta didik
dan pendidik dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan kedua pihak (pendidik
dan peserta didik). Interaksi keduanya akan mampu dicapai apabila proses
pendidikan di sekolah dijalankan dengan baik dan memenuhi ketiga aspek yaitu
aspek kognitif, aspek afektif, dan psikomotorik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan Sepanjang Hayat merupakan
suatu hal yang wajib di perlukan dari setiap manusia. Didalamnya terdapat 4
pilar penting pendidikan sepanjang hayat yang dikemukakan oleh UNESCO yang
terdiri dari learning to know, learning to do, learning to be,learning to live
together. Keempat pilar tersebut merupakan sebuah konsep yang diperuntukkan
sebagai sebuah tujuan untuk mengembangkan pendidikan. Disamping pendidikan
sepanjang hayat adapula yang menentukan sebuah kesuksesan dalam melakukan
kegiatan pendidikan yaitu situasi pendidikan.
Situasi pendidikan merupakan aspek
yang mendukung keberlangsungan sebuah proses pendidikan, dimana didalamnya
terdapat komponen-komponen pokok untuk mendukung proses pembelajaran
diantaranya terdapat peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, dan proses
pendidikan. Dimana semua komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan
system yang saling mendukung satu sama lain guna memperoleh hasil dari proses
pembelajaran yaitu hasil yang baik dan memuaskan dan bisa sehingga peserta
didik memenuhi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.2 Saran
Pendidikan sepanjang hayat diharapkan
akan mengubah pandangan masyarakat bahwa pendidikan bukan hanya belajar di
sekolah formal saja, melainkan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja,
misalnya di lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan peran
aktif dari situasi pendidikan yang meliputi masyarakat dan pemerintah. sehingga
pendidikan sepanjang hayat dapat terealisasikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
·
Prayitno. Dasar-dasar
Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta:Grasindo
· http://dyahmayarikawati.blogspot.com/2013/12/makalah-pendidikan-sepanjang-hayat.html
·
http://peelesupi.blogspot.com/2013/03/asas-pendidikan-sepanjang-hayat_4720.html
·
http://maradana.wordpress.com/2012/10/03/komponen-pokok-situasi-pendidikan/
0 komentar: