Koordinasi

 Definisi Konseptual
“Coordination is the process of integrating the objectives and activites of the separate units ( department or functional areas ) of an organization in order to achieve organizational goals efficiently”[1]. koordinasi adalah proses menyatupadukan tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit ( bagian-bagian atau bidang-bidang fungsional ) suatu organisasi yang terpisah untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi secara efisien.

Coordination is the process of linking the activities of the farious department of the organization”[2]. koordinasi adalah suatu proses menghubungkan kegiatan-kegiatan dari bermacam-macam bagian organisasi.
 “Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang terintegrasi dengan cara seefesien mungkin”[3].

Dari definisi-definisi menurut para ahli diatas, kami dapat menarik kesimpulan bahwa. Koordinasi adalah suatu proses yang mengatur kegiatan-kegiatan didalam sebuah organisasi dengan mempekerjakan unit-unit fungsional untuk mencapai suatu tujuan didalam organisasi tersebut untuk mendapatkan hasil yang baik sesuai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

[1]   James A.F Stoner dan Charles Wankel, “Management Third Edition”,
[2]   Griffin, R. W. (2011). Fundamentals of Management Sixth Edition. USA: Cengage Learning.
[3]   Sondang P. Siagian,M.P.A, Ph.D, “Peranan Staf dalam Managemen”, 1978

Pembahasan

1. Pengertian Koordinasi
Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu[1].
Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangngkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja5.
Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain[2].
Koordinasi menurut Awaluddin Djamin dalam Hasibuan (2011:86) diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.
Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien). Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kordinasi adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.
[1]   Ndraha, T. (2003). Kybernology 1 : Ilmu Pemerintahan baru / Taliziduhu Ndraha. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 290.
[2]   Ndraha, T. (2003). Kybernology 1 : Ilmu Pemerintahan baru / Taliziduhu Ndraha. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 29

2. Macam-Macam Koordinasi
    Koordinasi dapat dibedakan menjadi :
  1. Koordinasi hierarkis (vertikal), yang dilakukan oleh pejabat pimpinan dalam suatu instasi terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.
  2. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas-asas fungsional. Koordinasi ini dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, diagonal, dan teritorial.
    1. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh seorang atau suatu instansi lain yang setingkat. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.
    2. Koordinasi fungsional teritorial dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada didalam suatu wilayah tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi tanggung jawabnya.
3. Prinsip-Prinsip Koordinasi
    Prinsip koordinasi disingkat menjadi KOORDINASI.
  1. Kesamaan : Sama dalam visi, misi, dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of purpose).
  1. Orientasikan : Titik pusatnya pada sekolah (sebagai kordinator) yang simpul-simpulnya stakeholder sekolah.
  1. Organisasikan : Atur orang-orang yang berkoordinasi untuk membina sekolah, yaitu harus berada dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
  1. Rumuskan : Menyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab, dan tugas masing-masing agar tidak tumpang-tindih.
  1. Diskusikan : Mencari cara yang efektif, efesien, dan komunikatif dalam berkoordinasi.
  1. Informasikan : Semua hasil diskusi dan keputusan mengalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi (coordination network system).
  1. Negosiasikan : Dalam perundingan mencari kesepakatan harus saling menghormati (team spirit) dan usahakan menang-menang, jangan sampai pihak sekolah sebagai koordinator justru dirugikan.
  1. Atur jadwal : Rencana koordinasi harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
  1. Solusikan : Satu masalah dalam simpul jaringan harus dirasakan dan dipecahkan semua stakeholders dengan sebaik-baiknya.
  1. Insafkan : Setiap stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap dan siap menginformasikannya sesuai kebutuhan koordinasi.
4. Jenis-Jenis Koordinasi
  1. Koordinasi Vertikal, Koordinasi vertikal ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada atasannya dan kepada bawahannya. Misalnya, koordinasi Kepala Sekolah dengan Kepala Dinas Pendidikan dan atau bawahannya.
  1. Koordinasi Fungsional, Koordinasi Fungsional ialah koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi.
Koordinasi Fungsional dibedakan atas :

  1. Koordinasi fungsional horizontal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lainnya yang setingkat. Misalnya, Kepala SMPN1 dengan Kepala SMPN2,
  2. Koordinasi fungsional diagonal, koordinasi ini dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan Kepala Sekolah lain yang lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, Kepala SMPN1 dengan Kepala SDN57 atau dengan staffnya.Koordinasi fungsional teritorial, koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan pejabat atau Kepala Sekolah lain yang berada dalam wilayah tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi kewenangan dan tanggung jawab Kepala Sekolah bersangkutan selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal. Misalnya, Kepala SMP  Percobaa dengan Kepaa-Kepala SMP Target di Kabupaten
  3. Koordinasi Institusional, Koordinasi ini dilakukan Kepala Sekolah dengan beberapa instansi yang menangani sat urusan tertentu yang bersangkutan. Misalnya, untuk urusan kepegawaian, Kepala Sekolah melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Badan Diklat Daerah.

Konsep Dasar Manajemen

Definisi Konseptual
  1. Mary Parker Follet (1997)
Manajemen adalah seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Management is the art of getting things done through people.
  1. A.F. Stoner (2006)
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
  1. Thomas H. Nelson
Manajemen adalah ilmu dan seni memadukan ide-ide, fasilitas, proses, bahan, dan orang- orang untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat dan menjualnya dengan menguntungkan.
  1. G.R. Terry
Manajemen diartikan sebagai proses yang khas yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan usaha mencapai sasaran-sasaran dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
  1. Prof. Drs. Oei Liang Lie
Manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan sumber daya manusia dan alam, terutama sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pembahasan
  1. Pengertian Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno menagementyang memiliki arti “seni melaksanakan dan mengatur”. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutama dalam konteks mengendalikan kuda, yang berasal dari bahas Latin manus yang berarti “tangan”. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa inggris menjadi menagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen dalam arti luas juga mempunyai pengertian sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (P4) sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen sekolah atau madrasah yang meliputi: perencanaan program sekolah/madrasah, pelaksanaan program sekolah/ madrasah, kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, pengawas/evaluasi, dan sistem informasi sekolah/madrasah.
Pengertian manajemen secara umum adalah ilmu dan seni dalam mengatur, mengelola, dan mengkoordinasi yang bertujuan untuk melakukan suatu tindakan guna mencapai tujuan.
  1. Konsep Dasar Manajemen 
  • Manajemen sebagai ilmu
Suatu ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini bermanfaat bagi kemanusiaan.
  • Manajemen sebagai seni
Manajemen adalah seni untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal, demikian pula demi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pimpinanan maupun pekerja serta memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat.
  • Manajemen sebagai profesi
Manajemen sebagai profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dan keterampilan sebagai kader, pemimpin atau manajer pada suatu organisasi/suatu perusahaan tertentu.
  • Manajemen sebagai proses
Manajemen adalah proses yang khas terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dimana dalam masing-masing bidang tersebut digunakan ilmu pengetahuan dan keahlian serta diikuti secara berurutan dan tujuan yang telah ditetapkan.
  1. Fungsi Manajemen
  • Planning (Perencanaan)
Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada hakekatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi. Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan menempati fungsi pertama dan utama diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Tanpa adanya fungsi perencanaan fungsi seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak akan dapat berjalan.
Perencanaan bertujuan untuk :
  • Standar pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan dengan perencanaannya
  • Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan
  • Meminimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga, dan waktu
Perencanaan bermanfaat sebagai :
  • Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
  • Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
  • Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
  • Organizing (Pengorganisasian)
Secara umum pengorganisasian adalah proses kerja sama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Jadi dalam setiap organisasi terkandung tiga unsur, yaitu kerja sama, dua orang atau lebih, dan tujuan yang hendak dicapai. Proses pengorganisasian menyangkut proses bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian organisasi.
  • Actuating (Pengarahan)
Pengarahan adalah suatu proses pembimbingan, pemberian petunjuk, dan instruksi bawahan agar mereka bekreja sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Tujuan Pengarahan :
  • Menjamin kontinuitas perencanaan
  • Membudayakan prosedur standar
  • Menghindari kemangkiran yang tak berarti
  • Membina disiplin kerja
  • Membina motivasi terarah
  • Controling (Pengontrolan)
Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
       Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
Kegiatan dalam Pengawasan dan Pengadilan
ü Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan
ü Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
ü Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.

Pengambilan keputusan

A. Pengambilan keputusan

     Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin(manajer). Definisi-definisi pengambilan keputusan menurut beberapa para ahli:


  • George R. Terry 
   “election of behavioral alternative is certain from two or more existing alternative”
pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
  • Syafaruddin Anzizhan
    proses pemecahan masalah dengan menentukan pilihan dari beberapa alternative untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
  • James A. F. Stoner
    “process used to chosen an action as mode trouble shooting.”
proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

B. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan

    a. Mengidentifikasi suatu masalah
    b. Memperjelas dan menyusun prioritas sasaran-sasaran
    c. Menciptakan pilihan-pilihan
    d. Menilai pilihan-pilihan
    e. Memperbandingkan akibat-akibat yang diramalkan pada masing-masing pilihan
    f. Memilih pilihan dengan konsekuensi-konsekuensi dengan dengan sasaran-   

       sasaran(Drummond,1995:3)

C. Jenis masalah dan keputusan

Masalah atau problem dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu:
  1. Masalah Korektif adalah masalah yang timbul karena adanya penyimpangan dari apa yang direncanakan.
  2. Masalah Progresif  adalah suatu masalah yang terjadi akibat adanya keinginan untuk memperbaiki atau meningkatkan suatu prestasi atau hasil masa lalu.
  3. Masalah kreatif  adalah suatu masalah yang muncul karena adanya keinginan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru.
Secara umum keputusan terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Keputusan Strategis, setiap organisasi melahirkan berbagai kebijakan atau organisasional.  Kebijakan dan arah organisasi merupakan keputusan strategis.

2. Keputusan Operasiona, adapun keputusan operasional menyangkut pengelolaan organisasi sehari-hari. Keputusan operasional sangat menentukan efektivitas keputusan strategis yang diambil oleh para manajer puncak(Drummond, 1995:13)
Disisi lain, ada pula jenis keputusan  berdasarkan masalah yang dihadapi yaitu:

Keputusan yang diprogramkan (program decision)
     Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan pada problem yang diketahui secara baik(well-structured problems) atau masalahnya diketahui secara jelas.

Keputusan yang tidak diprogram(non-programed decision)
      Keputusan ini adalah keputusan yang diambil atau dibuat berdasarkan masalah yang tidak diketahui secara jelas(ill-stuctured problems) atau data dan informasinya kurang tersedia sebagaimana mestinya.

3. Gaya pengambilan keputusan
Gaya pengambilan keputusan terbagi menjadi 4, yaitu:

Gaya Direktif
      Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan berorienytasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah.Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.

Gaya Analitik
   Pembuat keputusan gaya analitikmempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang  kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu.Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif darpada pembuat keputusan direktif.Mereka juga memerlukan waktu lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan otokratis.

Gaya Konseptual
      Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang.Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan.Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah.Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.

Gaya Perilaku
      Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai informasi verbal daripada tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan membuat orang sedih.

4. Kondisi pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti
yaitu pengambilan keputusan dimana berlangsung hal-hal :
•  Alternatif yang harus dipilih hanya memiliki satu konsekuensi/jawaban/hasil. Ini berarti hasil dari setiap alternatif tindakan tersebut dapat ditentukan dengan pasti.
• Keputusan yg diambil didukung oleh informasi/data yg lengkap, sehingga dapat diramalkan secara akurat hasil dari setiap tindakan yang dilakukan.
• Dalam kondisi ini, pengambil keputusan secara pasti mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
• Biasanya selalu dihubungkan dengan keputusan yang menyangkut masalah rutin, karena kejadian tertentu di masa yang akan datang dijamin terjadi.
• Pengambilan keputusan seperti ini dapat ditemui dalam kasus/model yg beresifat deterministik.

Pengambilan Keputusan dalam kondisi resiko adalah pengambilan keputusan dimana berlangsung hal-hal :
• Alternatif yang dipilih mengandung lebih dari satu kemungkinan hasil.
• Pengambilan keputusan memiliki lebih dari satu alternatif tindakan.
• Diasumsikan bahwa pengambilan keputusan mengetahui peluang yang akan terjadi terhadap berbagai tindakan dan hasil.
• Resiko terjadi karena hasil pengumpulan keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti, walaupun diketahui nilai probabilitasnya.
• Pada kondisi ini ada informasi atau data yang akan mendukung dlm membuat keputusan, berupa besar atau nilai peluang terjadinya bermacam-macam keadaan.
• Teknik pemecahannya menggunakan konsep probabilitas, seperti model keputusan probabilistik, model inventori probabilistik, model antrian probabilistik.

Pengambilan Keputusan dalam kondisi tidak pasti
yaitu pengambilan keputusan dimana :
• Tidak diketahu sama sekali hal jumlah kondisi yang mungkin timbul serta kemungkinan-kemungkinan munculnya kondisi-kondisi tersebut.
• Pengambilan keputusan tidak dapat menentukan probabilitas terjadinya berbagai kondisi  atau hasil yang keluar.
• Pengambil keputusan tidak mempunyai pengetahuan atau informasi lengkap mengenai peluang terjadinya bermacam-macam keadaan tersebut..
• Hal yang akan diputuskan biasanya relatif belum pernah terjadi. Tingkat ketidakpastian keputusan semacam ini dapat dikurangi dengan cara :
-Mencari informasi lebih banyak.
-Melalui riset atau penelitian.
-Penggunaan probabilitas subjektif
• Teknik pemecahannya adalah menggunakan beberapa metode/kreteria, yaitu metode maximin, metode maximax, metode Laplace, metode minimax regret, metode relaisme dan dibantu dengan tabel hasil (pay off tabel).

Pengambilan Keputusan dalam kondisi Konflik adalah pengambilan keputusan dimana :
• Kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan dalam situasi persaingan.
• Pengambil keputusan saling bersaing dengan pengambil keputusan lainnya yg rasional, tanggap dan bertujuan untuk memenangkan persaingan tersebut.
• Pengambil keputusan bertindak sebagai pemain dalam suatu permainan.
• Teknik pemecahannya adalah menggunakan teori permainan.

5. Pendekatan pengambilan keputusan
Pendekatan filosofi

a. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi Pelaku konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang dihasilkan oleh keputusan. Paham ini berpegang pada prinsip bahwa suatu tindakan itu benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat bersih. Dengan kata lain, suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik berkaitan dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini hanyalah sebagian manfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan organisasi.Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari tindakan, maka disebut juga Teleological.

b. Deontologi
Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari tindakan.Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.

c.Virtue Ethics
Kalau kedua pendekatan tadi menekankan pada konsekuensi dari tindakan atau tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk membenarkan kebiasaan moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan.

* Pendekatan 5 pertanyaan
Kerangka  5-pertanyaan adalah pendekatan berguna untuk pertimbangan tertib masalah tanpa banyak eksternalitas dan di mana fokus khusus yang diinginkan oleh perancang proses pengambilan untuk pengobatan yang diperluas dari pendekatan ini.
Pendekatan 5 pertanyaan opsional dirancang untuk memfokuskan proses pengambilan keputusan pada relevansi isu tertentu untuk organisasi  atau pengambil keputusan yang terlibat.

1. Pendekatan standar moral
     Pendekatan standar moral untuk analisis dampak stakeholder yang dibangun langsung pada tiga kepentingan mendasar dari stakeholder.Hal ini agak lebih umum dalam fokus dari pendekatan 5-pertanyaan, dan memimpin pengambil keputusan untuk analisis yang lebih luas berdasarkan keuntungan bersih bukan hanya profitabilitas sebagai tantangan pertama dari keputusan yang diusulkan. Akibatnya, ia menawarkan sebuah kerangka yang lebih cocok untuk pertimbangan keputusan yang memiliki dampak signifikan di luar korporasi dari kerangka kerja 4-pertanyaan.

2. Pendekatan pastin
    Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Jika keputusan dipandang menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan bahwa disenchamtment atau relatiation akan terjadi. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemecatan seorang karyawan yang bertindak tanpa pemahaman  aturan dasar etika baik dari organisasi pengusaha yang terlibat. Dalam rangka untuk memahami aturan dasar yang berlaku untuk benar mengukur komitmen organisasi untuk proposal dan untuk melindungi pembuat keputusan., Pastin menunjukkan bahwa pemeriksaan keputusan masa lalu atau tindakan dibuat. Ia menyebut ini pendekatan reverse engineering keputusan, karena upaya ini dilakukan untuk mengambil keputusan masa lalu terpisah untuk melihat bagaimana dan mengapa mereka dibuat. Pastin menunjukkan bahwa orang sering dijaga (secara sukarela atau tanpa sadar) tentang mengekspresikan nilai-nilai mereka, dan bahwa reverse engineering menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan masa lalu, apa nilai-nilai mereka.
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Jika keputusan dipandang menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan bahwa disenchamtment atau relatiation akan terjadi.

Makalah tentang Pendidikan Sepanjang Hayat dan Situasi Pendidikan


KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Pendidikan Sepanjang Hayat dan Situasi pendidikan.”
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen kami Bapak Dr. Suryadi dan Ibu Dr. Siti Zulaikha M. Pd yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang turut berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan sepanjang hayat dan situasi pendidikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi sekaligus menambah wawasan bagi kita para pembaca. Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah maupun kosa kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik dan benar. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya. Terima kasih.




Jakarta, 13 Oktober 2014



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Alam semesta yang berkembang, dan seluruh isinya pun masih terus berkembang dan berubah-ubah. Di sisi itulah bagian vital dari manusia yang berada didalamnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan teknologi-teknologi berkembang lainnya ialah pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan sebuah aspek penting didalam sebuah proses dalam menjalani hidup dan untuk membentuk pendidikan yang berkualitas, kita juga harus bisa menganalisis situasi pendidikan agar bisa tercapainya proses pebelajaran yang efektif. Pendidikan adalah kegiatan untuk mengembangkan potensi diri seiring dengan berkembangnya perubahan-perubahan yang ada. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan bisa bertahan hidup dan tidak akan bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Manusia akan mengalami kesulitan didalam hidupnya jika mereka tidak memenuhi aspek-aspek yang penting didalam sebuah proses yang di namakan pendidikan. Pendidikan sepanjang hayat sudah disepakati oleh para pakar.
Jauh sebelum saat ini, Islam adalah agama yang pertama kali merekomendasikan keharusan dari proses belajar seumur hidup. Rasulullah Muhammad SAW memotivasi umatnya dalam hadits: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.

1.2 Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Sepanjang Hayat
·         Dan bagaimana Pendidikan Sepanjang Hayat.

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa yang da bagaimana Pendidikan Sepanjang Hayat


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pendidikan Sepanjang Hayat

2.1.1     Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Dalam arti luas pendidikan sepanjang hayat (Lifelong Education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Pendidikan sepanjang hayat menjadi lebih tinggi urgensinya pada saat ini karena manusia perlu terus menerus menyesuaikan diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakatnya yang selalu berubah. Di sisilain dari pendidikan sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat  meraih keadaan kehidupan yang lebih baik.
Adapun hal-hal yang menyebabkan dan memungkinkan hal-hal yang demikian itu adalah :
a.    Majunya ilmu dan teknologi
b.    Produk-produk teknologi yang perlu dipelajari karena terkait dengan alat-alat kerja
c.    Bagi mereka yang menggunakan alat kerja berbasis teknologi
d.    Perubahan sosial sebagai dampak majunya ilmu dan teknologi[1]

Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia yang semakin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan sejak kanak-kanak sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus-menerus. Melalui proses belajar sepanjang hayat inilah manusia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara terus-menerus, mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan masyarakat yang diakibatkannya dan budaya untuk menghadapi tantangan masa depan, serta mau dan mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

Pengertian pendidikan sepanjang hayat menurut beberapa pakar pendidikan antara lain:

1.    Delker (1974) mengemukakan bahwa pendidikan sepanjang hayat adalah perbuatan manusia secara wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran guru, pamong, atau pendidik. Proses belajar tersebut mungkin tidak didasari oleh seseorang atau kelompok bahwa ia atau mereka telah atau sedang terlibat di dalamnya. Kegiatan belajar sepanjang hayat terwujud apabila terdapat dorongan pada diri seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kepuasan, serta apabila ada kesadaran dan semangat untuk belajar selama hayat masih di kandung badan.

2.    Gestrelius (1977) mengemukakan bahwa pendidikan sepanjang hayat mencakup interaksi belajar (pembelajaran), penentuan bahan belajar dan metode belajar, lembaga penyelenggara, fasilitas, administrasi, dan kondisi lingkungan yang mendukung kegiatan belajar berkelanjutan. Ke dalam pendidikaan ini termasuk pula peranan pendidik dan peserta didik yang harus dan saling belajar, pengelolaan kegiatan belajar, dan faktor-faktor lainnya yang mendukung terjadinya proses belajar.

2.1.2     Empat Pilar Pendidikan UNESCO mengenai Pendidikan Sepanjang Hayat
Upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.

a)    Learning to know
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

b)    Learning to do
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.

c)    Learning to be
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).

d)    Learning to live together
Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).

Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun yang menjadi masalah adalah dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini masih minim fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas pendidikan, tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan diri mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.

2.1.3     Tahap Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. 
Menurut Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :

a)    Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.

b)    Perhatian pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.

c)    Menerima dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan interverensi.


d)    Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.

e)    Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.

f)     Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri. 

2.2      Situasi Pendidikan

2.2.1     Pengertian situasi pendidikan
Situasi pendidikan merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya sejumlah kandungan pokok yang terdapat pada kegiatan pendidikan yaitu adanya peserta didik, pendidik, dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintegrasi melalui proses pembelajaran.
Kualitas pendidikan yang terjadi di dalam situasi pendidikan itu ditentukan oleh kualitas komponen-komponen itu masing-masing dan kualitas interaksi komponen tersebut.

2.2.2.   Komponen-Komponen Pokok Situasi Pendidikan

a)    Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia yang sepenuhnya memiliki harkat dan martabat manusia dengan segenap kandungannya. Peserta didik dengan harkat dan martabatnya ini berhak hidup dan mengembangkan diri melalui pendidikan. Dengan kata lain, pendidikanlah yang akan mengembangkan harkat dan martabat peserta didik sehingga peserta didik menjadi apa yang disebut sebagai manusia seutuhnya.

b)    Pendidik
Pendidik adalah manusia yang memiliki kualifikasi akademik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seorang pendidik adalahmereka yang mampu tidak saja memberikan ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi menggunakan kompetensinya tersebut untuk mengubah tingkah laku peserta didik agar memiliki akhlak dan sikap berkarakter yang baik.

c)    Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk menjadikan manusia yang baik, bertanggungjawab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan lebih mengarah pada pembentukan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Kognitif berkenaan dengan kemampuan individual mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral. Psikomotor menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motoris.

d)    Proses Pendidikan
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dijalani oleh peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan di satu sisi, dan di sisi lain merupakan kegiatan yang diupayakan oleh pendidik agar kegiatan tersebut berlangsung untuk sebesar-besarnya bermanfaat bagi pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik. Proses pembelajaran ini berlangsung dalam interaksi antar-komponen peserta didik dan pendidik dalam muatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi ini pendidik menyikapi dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan harkat dan martabat manusia yang melekat pada diri peserta didik,  untuk mencapai tujuan pendidikan yang tidak lain adalah upaya perwujudan harkat dan martabat manusia pada prikehidupan peserta didik.
Keempat komponen pokok situasi pendidikan ini hendaknya dijalankan dengan seimbang demi kelancaran situasi pendidikan yang terkendali. Interaksi antara peserta didik dan pendidik dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan kedua pihak (pendidik dan peserta didik). Interaksi keduanya akan mampu dicapai apabila proses pendidikan di sekolah dijalankan dengan baik dan memenuhi ketiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan psikomotorik.

BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Pendidikan Sepanjang Hayat merupakan suatu hal yang wajib di perlukan dari setiap manusia. Didalamnya terdapat 4 pilar penting pendidikan sepanjang hayat yang dikemukakan oleh UNESCO yang terdiri dari learning to know, learning to do, learning to be,learning to live together. Keempat pilar tersebut merupakan sebuah konsep yang diperuntukkan sebagai sebuah tujuan untuk mengembangkan pendidikan. Disamping pendidikan sepanjang hayat adapula yang menentukan sebuah kesuksesan dalam melakukan kegiatan pendidikan yaitu situasi pendidikan.
Situasi pendidikan merupakan aspek yang mendukung keberlangsungan sebuah proses pendidikan, dimana didalamnya terdapat komponen-komponen pokok untuk mendukung proses pembelajaran diantaranya terdapat peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, dan proses pendidikan. Dimana semua komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan system yang saling mendukung satu sama lain guna memperoleh hasil dari proses pembelajaran yaitu hasil yang baik dan memuaskan dan bisa sehingga peserta didik memenuhi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.2       Saran
Pendidikan sepanjang hayat diharapkan akan mengubah pandangan masyarakat bahwa pendidikan bukan hanya belajar di sekolah formal saja, melainkan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, misalnya di lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif dari situasi pendidikan yang meliputi masyarakat dan pemerintah. sehingga pendidikan sepanjang hayat dapat terealisasikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
·         Prayitno. Dasar-dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta:Grasindo
·        http://dyahmayarikawati.blogspot.com/2013/12/makalah-pendidikan-sepanjang-hayat.html
·         http://peelesupi.blogspot.com/2013/03/asas-pendidikan-sepanjang-hayat_4720.html
·         http://maradana.wordpress.com/2012/10/03/komponen-pokok-situasi-pendidikan/
·         Suryati Sidharto, Ilmu pendidikan (Yogyakarta : UNY Press, 2011) hlm. 155